Oleh : Hamdan Nurcholis, S.Pd.
Dunia Kesehatan global sedang menjadi perbincangan. Terhitung mulai bulan Desember 2019, kasus pertama Covid-19 terdeteksi di wilayah Wuhan, Tiongkok. Penyakit yang disebarkan oleh virus Sars-Cov-2 ini membuat dunia sepakat bersama untuk memusatkan perhatian pada dunia Kesehatan. Kepanikan dan kegelisahan timbul pada masyarakat global bukan hanya mengenai Kesehatan tetapi semua lini kehidupan global serasa terganggu dan terbatasi. Tak terkeculi di negara kita tercinta, Indonesia. Meski pada awal kemunculan wabah ini, masyarakat Indonesia merasa jemawa bahwa virus ini tidak akan mendarat di Tanah Air.
Hingga pada hari Senin siang, 2 Maret 2020 Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia Terawan Agus Putranto mengumumkan bahwa Covid-19 telah bertandang untuk pertama kali di Indonesia. Seketika pembatasan-pembatasan mulai dilakuakan oleh pemerintah di masyarakat. Bukan untuk memberi larangan tetapi semata untuk melindungi hak warga negara mendapatkan perlindungan Kesehatan yang laik.
Masyarakat mulai diwajibkan memakai masker, saling sapa adalah hal yang mahal mulai saat itu, hingga serasa dalam waktu sehari bukan lagi 24 jam, masyarakat hanya bisa merasakan kegiatan di luar ruangan hanya dalam kurun kurang dari 1 jam. Hal ini memberikan perubahan yang drastis pada lini kehidupan masyarakat. Kesehatan, ekonomi, sosial budaya hingga pendidikan.
Di dunia pendidikan, siswa dijaga untuk tidak menggelar wajah di kelas bersama teman-teman dan guru mereka. Pembelajaran dilakukan secara maya, pembelajaran daring nama kegiatan pada masa pandemi ini. Begitu juga dengan bapak ibu guru, pembelajaran yang biasa dimulai dengan berbondong membawa seperangkat kertas dan buku ke kelas, kini dimulai dengan membuka gawai dan menanyakan “link-nya bisa dibuka anak-anak?”. Pastinya, semua kegiatan tersebut dikerjakan dari rumah masing-masing, Work From Home istilah keren ala pandemi Covid kali ini. Lebih enaknya disebut secara praktis dengan WFH.
Terinfeksi Bahasa
Pandemi Covid-19 ini bukan hanya memunculkan perubahan-perubahan tingkah laku dan sikap pada elemen kegiatan masyarakat. Pandemi Covid-19 ini menginfeksi otak dan telinga masyarakat untuk mencerna dan mendengar istilah-istilah khas pandemi Covid-19. Sebut saja kita tidak lagi asing dengan istilah “Daring”, “Luring”, “WFH” dan “WFO”. Istilah-istilah ini seakan menyebar sebanding dengan persebaran virus Covid-19.
Penyebutan WFH misalnya, sebagai penyebutan bagi seseorang yang melakukan pekerjaan dari ruamh. Work From Home, seperti halnya virus Covid-19 yang pertama kali datang dari luar negeri, isitilah Bekerja dari Rumah pun dipikir juga harus menggunakan bahasa Asing. Meski, kegiatan ini tetap dilakukan dalam skala regional, lebih baik di sini rumah kita sendiri kalau kata God Bless.
WFH dan WFO memang tidak asing diucapkan oleh masyarakat Indonesia selama pandemi. Boleh jadi istilah ini merupakan produk pandemi Covid-19. Namanya juga produk baru, banyak juga penyesuaian dalam pelaksnaan dan pengungkapan secara bahasa. Masyarakat Indonesia yang notabene sudah akrab dengan bahasa Indonesia, seketika kaget dan harus menyesuaikan dengan penyebutan istilah ini. Meski WFH memiliki kepanjangan menggunakan bahasa Asing tetapi masyarakat Indonesia nampaknya enggan meninggalkan bahasa Indonesia untuk menyebutkan istilah secara lisan, ya kita akan lebih akrab dengan “We-eF-Ha” padahal jika kita konsisten untuk menyebut menggunakan bahasa asing, mestinya ejaan itu kita sebut dengan “Double U-eF-eich”.
Namun, bukan perkara harus konsisten menuturkan bahasa apa untuk istilah-istilah yang hadir di masa pandemi ini. Perkara yang pasti adalah bahasa telah hadir di pandemic ini sebagai penyampai pesan yang baik kepada masayarakat. Pesan untuk terus menjaga diri, menghargai keputusan saat pandemi dan menjalankan protokol Kesehatan. Tetaplah sehat dan berkarakter untuk Indonesia yang Maju.
Terakhir, lantas bagaimana kamu menyebut COVID-19? Covid nineteen atau kah covid Sembilan belas?